Kamis, 28 Oktober 2010

Muhammad Abduh

Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 M/ 1265 H di Mahallat Nasr, sebuah daerah agraris. Nama asli Muhammad Abduh adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Hairullah. Ayahnya bernama Abduh Hasan Hairullah, berasal dari Turki dan telah lama tinggal di Mesir, sedangkan ibunya berasal dari suku Arab yang menurut riwayat silsilahnya meningkat sampai ke suku bangsa Umar bin Khattab.

Muhammad Abduh belajar membaca dan menulis di rumah. Kemudian menghafal Al-Quran dibawah bimbingan seorang guru yang hafal Al-Quran. Ia dapat menghafal Al-Quran dalam masa dua tahun. Pada tahun 1863 M, ia dikirim orang tuanya ke Tanta untuk meluruskan bacaan Al-Qurannya di masjid Al-Ahmadi. Selama dua tahun, ia mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberikan seperti bahasa Arab, nahwu , sharf dan lain-lain tetapi Ia tidak mengerti apa-apa. Tentang pengalaman ini, Muhammad Berkata,”Satu setengah tahun saya belajar di masjid Al-Ahmadi, saya tidak mengerti apapun. Ini karena metodenya yang salah, guru-guru mulai mengajak kita dengan menghafal istilah-istilah nahwu atau sharf yang tidak kita ketahui artinya. Guru-guru tak meras penting apa kita mengerti atau tidak istilah-istilah itu.”
Muhammad Abduh merasa tidak puas dengan metode tersebut, kemudian ia meninggalkan Tanta dan kembali ke Mahallat Nasr dengan niat tidak akan kembali belajar, karena ia yakin bahwa belajar itu tidak akan membawa hasil baginya. Ia pulang ke kampungnya dan berniat akan bekerja sebagai petani. Ia menikah pada tahun 1866 M.

Nasib Muhammad Abduh rupanya akan menjadi orang besar. Niatnya menjadi petani itu tidak dapat diteruskan. Setelah empat puluh hari pernikahannya, ia dipaksa orang tuanya kembali belajar ke Tanta. Dalam perjalanannya, ia lari ke desa Kanisah Urin yang merupakan tempat tinggal kerabat dari pihak ayahnya. Salah satu dari mereka adalah Syekh Darwisy Khadr. ia adalah orang yang banyak melakukan perjalanan ke luar Mesir, belajar berbagai macam ilmu agama Islam dan pengikut tarikat Al-Syazilah.


Syekh Darwisylah yang selalu mendorong Mhammad Abduh untuk kembali membaca buku walaupun ia menolak. Berkat kesabaran dan kebijaksanaan Syekh Darwisy, akhirnya ia mau juga membaca. Ia mulai rajin membaca buku. Diantara buku yang menarik perhatiannya adalah buku tasawuf. Akhirnya ia kembali ke Tanta untuk meneruskan pelajarannya.


Setelah belajar di Tanta, Muhammad Abduh meneruskan studinya di Al-Azhar. Di Al-Azhar, ia mencari ilmu-ilmu lain seperti filsafat, logika, ilmu ukur, soal,soal dunia dan politik karena pelajaran tersebut tidak diajarkan di Al-Azhar. Kepuasan mempelajari filsafat, matematika, teologi dan sebagainya, ia peroleh dari Jamaludin Al-Afghani.


Setelah lulus dari Al-Azhar dengan status cum laude, Muhammad Abduh mendapat hak dan wewenang untuk mengajar di Al-Azhar. Ilmu-ilmu yang diajarkannya adalah logika, teologi, dan filsafat. Selain di Al-Azhar, Ia juga mengajar di Dar Al-Ulum dan di rumahnya sendiri. Di Dar Al-Ulum, Ia memegang mata pelajaran Sejarah dan buku yang dipakai adalah Muqadddimah karya Ibn Khaldun. Di rumahnya, Ia mengajarkan etika dengan memakai buku Tahzib Al-Akhlak karangan filsuf Islam Ibn Miskawaih.


Kegiatan Muhammad Abduh tidak terbatas hanya pada mengajar, tetapi juga rajin menulis artikel-artikel untuk surat kabar Al-Ahram. Tulisannya mencakup ilmu pengetahuan, satra, politik, agama dan sebagainya. Selain itu, atas pengaruh Jamaludin Al-Afghani, ia terlibat dalam kegiatan politik. Akibat terlibat kegiatan politik, ia dibuang keluar Kairo karena dipandang ikut mengadakan gerakan menentang Khedewi Tewfik bersama Jamaludin Al-Afghani pada tahun 1879 M. Tetapi di tahun 1880 M, ia boleh kembali ke Kairo dan kemudian diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi Al-Waqa’I Al-Misriah.


Pada tahun 1882 M, terjadi peristiwa revolusi Urabi Pasha, Muhammad Abduh turut berperan dalam peristiwa tersebut. Seperti pemimpin-pemimpin lainnya, ia di tangkap dan dibuang keluar negeri. Di tahun 1884 M, ia bersama Jamaludi Al-Afghani membentuk gerakan yang diberi nama Al-Urwah Al-Wusqa . Tujuan gerakan ini ialah membangkitkan semangat perjuangan seluruh umat Islam dalam menentang ekspansi Eropa ke dunia Islam. Untuk keperluan tersebut, mereka menerbitkan majalah yang juga bernama sama yaitu Al-Urwah Al-Wusqa.


Gerakan tersebut hanya bertahan delapan bulan. Muhammad abduh dan Jamaludin Al-Afghani berpisah. Ia mengajak jamaludin Al-Afghani untuk meninggalkan bidang politik dan memusatkan perhatian pada bidang pendidikan, tetapi usulan tersebut ditolak Jamaludin Al-Afghani. Ia lebih mementingkan pendidikan karena pengajaran dan pendidikan adalah tujuan hidupnya. Ia menulis bahwa tujuan hidupnya adalah :

  1. Membebasakan pemekiran dari ikatan taklid dan memahami ajaran agama sesuai dengan jalan yang ditempuh ulama Zaman Klasik (salaf), zaman sebelum timbulnya perbedaan paham, yaitu dengan kembali kepada sumber utamanya.
  2. Memperbaiki bahasa Arab yang dipakai baik instansi-instansi pemerintah, maupun surat-surat kabar dan masyrakat pada umumnya dalam surat-menyurat mereka.
Setelah berpisah dengan Jamaludin Al-Afghani, ia memusatkan perhatiannya di bidang pendidikan. Ia mengajar di dua masjid di Beirut dan banyak membuat buku dalam pengasingannya. Pada akhir tahun 1885 M, ia telah menyelesaikan masa pembuangannya tetapi belum dapat pulang ke tanah airnya karena ia termasuk orang yang dituduh berniat menjatuhkan Khedewi Tewfik dan pada penutup tahun 1888 ia kembali ke tanah airnya.

Sesampainya di Mesir, ia ingin kembali mengajar di Dar Al-Ulum, tetapi tidak mendapat persetujuan dari Khedewi Tewfik karena khawatir pemikiran-pemikiran politiknya akan mempengaruhi mahasiswa. Kemudian ia diangkat menjadi hakim pengadilan, dengan maksud menjauhkannya dari masyarakat. Pada tahun 1890, ia diangkat menjadi Penasihat pada Mahkamah Tinggi.

Selama menjadi hakim, ia berusaha membawa perbaikan di Al-Azhar. Ia ingin membawa ilmu-ilmu modern yang sedang berkembang di Eropa ke dalam Al-Azhar. Usahanya mendapat tentangan dari ulama yang berpengaruh di Al-Azhar karena menurut mereka penegtahuan-pengetahuan tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam. Usahanya berhasil dan ia diangkat menjadi anggota dewan sebagai wakil pemerintahan Mesir. Ia yang menjadi jiwa penggerak dari dewan itu.

Pada tahun 1899 M, ia diangkat menjadi Mufti mesir, suatu jabatan penting Mesir dalam menafsirkan hukum syariat Islam dan menfatwakannya kepada masyarakat Mesir. Fatwa atau ketentuan hukum syariat yanmg diberikan Mufti bersifat mengikat. Sebagai seorang ulama yang sanggup dan berani megadakan ijhtihad bebas, fatwanya menggambarkan ketidakterikatan pada pendapat-pendapat ulama masa lalu.


Muhammad Abduh meniggal dunia pada tanggal 11 Juli 1905 akibat menderita penyakit kanker hati. Selama hidupnya, ia belum pernah melaksanakan ibadah haji. Hal ini dikarenakan Suylta Hamid dari Istambul curiga dan takut jika ia menjalankan kegiatan politik di Tanah Suci.


Sumber:
  1. Akhmad Taufik dkk, sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernis Islam, (Raja Grafindo,2005)
  2. Harun Nasution,Pembaruan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan gerakan, (Bulan Bintang,1975)
  3. Osman Amin, Muhammad ‘Abduh, Translated From Arabic by Charlesa Wendel
  4. Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam, (Bulan Bintang, 1984)

Ditulis Oleh : Jainudin Al Batawy // 10/28/2010 04:37:00 PM
Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar

 

Site Info



Free Page Rank Tool

Komen Terbaru

Diberdayakan oleh Blogger.