Pada awalnya adalah kebun binatang yang dibangun di halaman dan kebun Raden Saleh yang dihibahkan. Setiap hari Minggu kebun binatang ini dikunjungi banyak orang dan merupakan tempat pemeliharaan binatang-binatang yang dilindungi untuk melestarikan dan mencegah dari kepunahan. Tahun 1968 di zaman Gubernur Ali Sadikin lokasi kebun binatang dipindah ke Ragunan, Jakarta Selatan dan menempati tanah seluas 200 Ha.
Kebun binatang tersebut secara administratif berada di daerah Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Secara geografis terletak di 6° lintang selatan dan 106° bujur timur. Suhunya rata-rata 29, 5° C, curah hujan per tahun 2.291 mm, dan ketinggian dari permukaan laut sekitar 50 m. Tempat dibangunnya Taman Margasatwa yang dikembangkan menjadi kebun binatang itu, fungsi utamanya adalah sebagai satu sarana pendidikan, media penelitian, sarana rekreasi, konservasi alam dan pembiakan serta karantina binatang. Kebun binatang ini mempunyai 3 pintu masuk. Pintu masuk utara bisa dicapai Kebayoran, Kemang, Mampang, Prapatan, Pasar Minggu, dan Kampung Melayu. Pintu masuk barat dapat dicapai dari Depok, Pondok Labu, Cilandak, Kebayoran, Kemang, Pasar Minggu, dan Kampung Melayu. Pintu masuk timur dapat dicapai dari Pasar Minggu, Depok, dan Lenteng Agung (1988).
Koleksinya lebih dari 3.893 ekor satwa dengan 409 jenis, 147 jenis diantaranya termasuk langka. Dari 147 jenis ini, terdiri dari 49 mamalia, 85 burung, 12 reptilia, dan ikan. Selain itu, pada tahun 1988 kebun binatang ini juga mempunyai koleksi tanaman yang terdiri dari pohon berbunga, tanaman hias, tanaman peneduh, buah-buahan, tanaman merambat, tanaman obat-obatan, tanaman industri, dan tanaman langka.
Kebun binatang tersebut secara administratif berada di daerah Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Secara geografis terletak di 6° lintang selatan dan 106° bujur timur. Suhunya rata-rata 29, 5° C, curah hujan per tahun 2.291 mm, dan ketinggian dari permukaan laut sekitar 50 m. Tempat dibangunnya Taman Margasatwa yang dikembangkan menjadi kebun binatang itu, fungsi utamanya adalah sebagai satu sarana pendidikan, media penelitian, sarana rekreasi, konservasi alam dan pembiakan serta karantina binatang. Kebun binatang ini mempunyai 3 pintu masuk. Pintu masuk utara bisa dicapai Kebayoran, Kemang, Mampang, Prapatan, Pasar Minggu, dan Kampung Melayu. Pintu masuk barat dapat dicapai dari Depok, Pondok Labu, Cilandak, Kebayoran, Kemang, Pasar Minggu, dan Kampung Melayu. Pintu masuk timur dapat dicapai dari Pasar Minggu, Depok, dan Lenteng Agung (1988).
Koleksinya lebih dari 3.893 ekor satwa dengan 409 jenis, 147 jenis diantaranya termasuk langka. Dari 147 jenis ini, terdiri dari 49 mamalia, 85 burung, 12 reptilia, dan ikan. Selain itu, pada tahun 1988 kebun binatang ini juga mempunyai koleksi tanaman yang terdiri dari pohon berbunga, tanaman hias, tanaman peneduh, buah-buahan, tanaman merambat, tanaman obat-obatan, tanaman industri, dan tanaman langka.
Sejarah Asal-usul Ragunan
Dewasa ini menjadi sebuah kelurahan, Kelurahan Ragunan, termasuk wilayah Kecamatan Pasar Minggu, Kotamadia Jakarta Selatan. Nama Ragunan berasal dari Pangeran Wiraguna, yaitu gelar yang disandang tuan tanah pertama kawasan itu, Hendrik Lucaasz Cardeel, yang diperolehnya dari Sultan Banten Abunasar Abdul Qahar, yang biasa disebut Sultan Haji, putra Sultan Ageng Tirtayasa.
Pada tahun 1675 terbetik berita, sebagian dari Keraton Surasowan, tempat bertahtanya Sultan Ageng Tirtayasa, terbakar. Dua bulan setelah kebakaran itu datanglah Hendrik Lucaasz Cardeel seorang juru bangunan, mengaku melarikan diri dari Batavia, karena ingin memeluk agama Islam dan membaktikan dirinya kepada Sultan Banten. Bak pucuk dicinta ulam tiba, Sultan sedang membutuhkan ahli bangunan berpengalaman, tanpa dicari datang sendiri. Cardeel ditugasi memimpin pembangunan istana, dan kemudian bangunan-bangunan lainnya, termasuk bendungan dari istana peristirahatan di sebelah hulu Ci Banten, yang kemudian dikenal dengan sebutan bendungan dan istana Tirtayasa.
Perhatian Sultan Tirtayasa tersita oleh kegiatan pembangunan Cardeel. Rupanya tidak sedikit pun terlintas dalam pikirannya untuk melakukan suatu gerakan militer ke Batavia, ketika sebagian besar kekuatan Kompeni sedang dikerahkan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam rangka "membantu" Mataram menghadapi Pangeran Trunojoyo, dari tahun 1677 sampai akhir tahun 1681.
Sementara itu Sultan Haji terus-menerus mendesak agar dia segera dinobatkan menjadi Sultan. Akhirnya terjadilah perang perebutan tahta antara ayah dan anak. Dalam keadaan terdesak, Sultan Haji mengirim utusan ke Batavia, untuk meminta bantuan Kompeni. Dengan bantuan Kompeni Sultan Haji berhasil menduduki tahta Kesultanan Banten, sudah barang tentu dengan keharusan memenuhi segala tuntutan penolongnya, Belanda. Adapun yang diutus ke Batavia, untuk meminta bantuan itu, adalah Kiai Aria Wiraguna, alias Cardeel. Atas jasanya itu, Cardeel ditingkatkan gelarnya, menjadi Pangeran, Pangeran Wiraguna.
Bagi Pangeran Wiraguna, Kesultanan Banten terasa sempit, karena semakin banyak yang menyukainya. Pada tahun 1689 Cardeel pamit kepada Sultan, dengan dalih akan pulang dahulu ke negerinya. Tetapi ternyata terus menetap di Batavia, kembali memeluk agama Kristen dan menjadi tuan tanah yang kaya raya. Tanahnya yang terluas adalah di kawasan yang namanya hingga dewasa ini mengingatkan kita pada seorang Belanda jaman VOC yang sangat beruntung Hendrik Lucaasz Cardeel bergelar Pangeran Wiraguna, yang makamnya oleh sementara orang bangsa Indonesia, dikeramatkan.
Pada tahun 1675 terbetik berita, sebagian dari Keraton Surasowan, tempat bertahtanya Sultan Ageng Tirtayasa, terbakar. Dua bulan setelah kebakaran itu datanglah Hendrik Lucaasz Cardeel seorang juru bangunan, mengaku melarikan diri dari Batavia, karena ingin memeluk agama Islam dan membaktikan dirinya kepada Sultan Banten. Bak pucuk dicinta ulam tiba, Sultan sedang membutuhkan ahli bangunan berpengalaman, tanpa dicari datang sendiri. Cardeel ditugasi memimpin pembangunan istana, dan kemudian bangunan-bangunan lainnya, termasuk bendungan dari istana peristirahatan di sebelah hulu Ci Banten, yang kemudian dikenal dengan sebutan bendungan dan istana Tirtayasa.
Perhatian Sultan Tirtayasa tersita oleh kegiatan pembangunan Cardeel. Rupanya tidak sedikit pun terlintas dalam pikirannya untuk melakukan suatu gerakan militer ke Batavia, ketika sebagian besar kekuatan Kompeni sedang dikerahkan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam rangka "membantu" Mataram menghadapi Pangeran Trunojoyo, dari tahun 1677 sampai akhir tahun 1681.
Sementara itu Sultan Haji terus-menerus mendesak agar dia segera dinobatkan menjadi Sultan. Akhirnya terjadilah perang perebutan tahta antara ayah dan anak. Dalam keadaan terdesak, Sultan Haji mengirim utusan ke Batavia, untuk meminta bantuan Kompeni. Dengan bantuan Kompeni Sultan Haji berhasil menduduki tahta Kesultanan Banten, sudah barang tentu dengan keharusan memenuhi segala tuntutan penolongnya, Belanda. Adapun yang diutus ke Batavia, untuk meminta bantuan itu, adalah Kiai Aria Wiraguna, alias Cardeel. Atas jasanya itu, Cardeel ditingkatkan gelarnya, menjadi Pangeran, Pangeran Wiraguna.
Bagi Pangeran Wiraguna, Kesultanan Banten terasa sempit, karena semakin banyak yang menyukainya. Pada tahun 1689 Cardeel pamit kepada Sultan, dengan dalih akan pulang dahulu ke negerinya. Tetapi ternyata terus menetap di Batavia, kembali memeluk agama Kristen dan menjadi tuan tanah yang kaya raya. Tanahnya yang terluas adalah di kawasan yang namanya hingga dewasa ini mengingatkan kita pada seorang Belanda jaman VOC yang sangat beruntung Hendrik Lucaasz Cardeel bergelar Pangeran Wiraguna, yang makamnya oleh sementara orang bangsa Indonesia, dikeramatkan.
Sumber :
Ensiklopedi Jakarta
http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/2492/sejarah+ragunan
0 komentar:
Posting Komentar